Bangkinang Kota, homeriau.com - Kawasan Hutan Adat atau tanah ulayat di Kabupaten Kampar ini sudah ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengaturnya, baik itu untuk lokasi dan keberadaan di kawasan mana saja sudah lama ada, namun pengelolaan dan pemanfaatannya wilayah adat yang belum maksimal.
Hal itu ditegaskan Sekda Kampar Drs Yusri M.Si ketika menerima kunjungan Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI ke Kantor Bupati pada Jumat (20/4) yang juga ikut dihadiri Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kampar, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, Bagian Hukum Setda Kampar, Bagian Tata Pemerintahan dan OTDA, Bappeda Kampar, Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kampar, KPH Batu Gajah, Lembaga Adat Kampar (LAK), Akademisi, dan LSM.
Dalam upaya menetapkan dan menyelamatkan tanah ulayat agar dapat ditetapkan secara Nasional, bukan saja untuk satu kawasan seperti yang sedang diusulkan saat ini oleh rombongan dari KLHK yang bekerja sama dengan melibatkan peneliti dari Tim WRI (World Resource Institute) untuk di wilayah Kecamatan Kampar Kiri saja yang ada di daerah kenegerian Batu sanggan.
Tetapi untuk seluruh kawasan tanah ulayat di Kampar agar sejalan dengan program Pemerintah Pusat, berkenaan kebijakan nasional menyangkut hutan adat yang merupakan salah satu target capaian dari Pemerintahan Presiden Jokowi, sebagai salah satu bentuk perluasan pengelolaan lahan berbasis masyarakat.
Agar ke depannya hutan adat merupakan representasi dari bentuk pengelolaan hutan dan lahan yang dimiliki secara komunal, dikelola dengan menggunakan pendekatan adat dan juga dapat tertata serta kelestarian terjaga yang berada di suatu wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA), kata Yusri.
Untuk itu kami sangat bersyukur dengan kehadiran rombongan dari KLHK dan mendukung program atau proses penetapan hutan adat tersebut.
Ditambahkan Yusri lagi, Pemda Kampar begitu juga Datuk-datuk di Kampar sudah lama memperjuangkan lahan dan hutan di Kampar agar tidak dikelola atau disalahgunakan untuk alasan apapun, Apalagi bagi Datuk dan Ninikmamak yang akan kehilangan wilayah atau kawasan hutan adatnya,terang Yusri.
Bersama kita kawal kawasan hutan adat, agar tetap ada dan tertata serta dapat dikelola hutan dan lahan yang dimiliki secara komunal, dikelola dengan menggunakan pendekatan adat dan kejelasan keberadaan di suatu wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA),terang Yusri. (Humas)
Editor : HomeRiau