Anak-Anak di Agam Masih Diliputi Trauma, Bertanya kepada Ibunya, Ada Doa Supaya Hujan Berhenti?

Anak-Anak di Agam Masih Diliputi Trauma, Bertanya kepada Ibunya, Ada Doa Supaya Hujan Berhenti?

Kabupaten Agam - Hujan kembali turun di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, bersamaan dengan para siswa SDN 09 Gumarang yang mulai masuk sekolah. Di tengah cuaca mendung itu, seorang guru agama, Wilda Ariani, tampak datang bersama dua anaknya.

Wilda membawa Nazuratul Husna dan Affan Zafran untuk mengikuti kegiatan pendampingan psikologis (trauma healing) yang digelar Polda Riau di sekolah tempatnya mengajar. Dua anaknya tersebut sebenarnya bersekolah di tempat lain, namun hari ini mereka diliburkan karena sekolahnya masih terdampak bencana.

Tim Trauma Healing Polda Riau bersama Himpunan Psikologi Indonesia (HIPSI) kembali hadir pagi itu. Mereka mengajak anak-anak bermain, berinteraksi, serta mempraktikkan teknik sederhana untuk membantu meredakan kecemasan yang muncul setelah bencana melanda wilayah tersebut. Pendekatan individual juga dilakukan untuk menilai kondisi psikologis para siswa.

Begitu mendapat kabar dari kepala sekolah bahwa kegiatan trauma healing akan digelar pukul 10.00 WIB, Wilda langsung meminta izin untuk membawa kedua anaknya. Ia berharap keduanya bisa mendapat pendampingan yang sama seperti murid-murid lain.

“Setelah diberitahu kepala sekolah ada trauma healing, saya minta izin membawa dua anak saya ke sini,” kata Wilda, Rabu (10/12/2025).

Sebagai warga Nagari Salareh Aia, wilayah yang sebelumnya diguyur hujan tanpa henti sebelum galodo terjadi, Wilda melihat betapa peristiwa itu meninggalkan luka psikologis mendalam pada anak-anaknya. Setiap kali hujan turun, ketakutan mereka kembali muncul hingga bertanya kepadanya, “Bu, apa doa supaya hujan berhenti?”

“Kami dekat dengan lokasi bencana, jadi mereka sangat takut. Baru gerimis saja sudah cemas,” ujar Wilda dengan mata berkaca-kaca.

Ia berharap ajakan ke sekolahnya mampu membantu mengurangi trauma tersebut. Menurutnya, upaya menenangkan anak-anak dengan penjelasan bahwa hujan adalah rahmat Tuhan belum cukup untuk membuat rasa takut itu hilang.

“Sebagai orang tua kami sudah bilang, hujan itu berkah. Tapi ketakutan mereka masih terlihat, wajahnya pucat,” ucapnya.

Rasa takut itu bahkan membuat anak bungsunya lebih sering salat dari biasanya. “Dia jadi sering salat karena takut. Biasanya lima kali sehari, sekarang jam 10 pagi pun minta salat lagi,” tutur Wilda.

Sementara itu, sang kakak mengalami reaksi fisik ketika hujan turun. “Kalau yang sulung, setiap hujan dia bilang dadanya sesak. Itu alasan saya membawanya ikut pendampingan,” tambahnya.

Bencana galodo pada Kamis (27/11/2025) tidak hanya merusak rumah keluarga Wilda, tetapi juga merenggut nyawa pamannya. Istri sang paman hingga kini belum ditemukan. Peristiwa itu semakin membenarkan kekhawatiran Wilda bahwa trauma yang dialami anak-anaknya perlu segera ditangani.

Dengan mengikuti kegiatan trauma healing, ia berharap sedikit demi sedikit ketakutan itu bisa memudar dan tidak terus membayangi ingatan mereka.

 

Laporan : Def

Editor : Ank