Pekanbaru, Homeriau.com - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tengah mengupayakan kepastian legalitas kelanjutan bisnisnya di Riau dengan mengajukan permohonan ke PTUN. Langkah tersebut merupakan merupakan langkah legal yang dilindungi konstitusi. Karena itu, perusahaan tak ingin dianggap melawan negara.
"Kami jadi bingung dan takjub kalau langkah permohonan yang kami ajukan justru disebut sebagai bentuk pembangkangan pada pemerintah. Langkah tersebut legal dan merupakan hak konstitusi setiap warga negara yang merasa dirugikan oleh produk tata usaha negara," papar anggota tim Pengacara RAPP Andi Ryza Fardiansyah dari Zoelva and Partners dalam jumpa pers di Hotel Jatra, Pekanbaru, Senin (18/12/17).
Andi kemudian menjelaskan, bahwa sidang di PTUN Jakarta bukan gugatan, melainkan permohonan. Karena, antara kedua ada perbedaan mendasar. Kalau gugatan dia ada perselisihan, sedangkan permohonan tidak ada perselihan.
"Kalau permohonan tidak ada sengketa, kalau gugatan ada sengketa," papar Andi. Lebih lanjut dijelaskan Andi, sidang PTUN bukanlah langkah gugatan, tetapi mengajukan permohonan. Permohonan yang diajukan lewat PTUN itu sudah diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. " Permohonan kami ajukan untuk mendapatkan legitimasi atas haknya yang secara ketentuan UU itu sudah diterima. Secara hukum sudah dianggap dikabulkan, tinggal legitimasi keputusannya saja yang belum keluar," kata Andi.
Permohonan keberatan ini diajukan berdasarkan ketentuan pasal 77 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam UU tersebut dijelaskan, ketika ada warga masyarakat merasa keberatan atau merasa dirugikan terhadap keluarnya sebuah keputusan itu diatur bisa mengajukan upaya keberatan. Undang-undang juga mewajibkan permohonan keberatan diproses selama 10 hari. Jika lewat 10 hari permohonan keberatan tidak diproses, maka undang-undang menyatakan permohonan keberatan diterima.
"Berdasarkan ketentuan pasal 77 tadi, aebenarnya permohonan keberatan kami berarti sudah diterima, maka kami mengajukan permohonan ke PTUN untuk mendapatkan legitimasinya,," demikian penjelasab Andi.
Selain itu, Andi juga mempersoalkan Peraturan Pemerintah (PP) 71 tahun 2014 tentang Pengelolaan Kawasan Gambut yang diberlakukan surut, sehingga dijadikan dasar pembatalan RKU PT RAPP. Padahal, RKU tersebut terbit 2010 dan berlaku sampai 2019. Sementara di PP tersebut pada pasal 45a jelas ditegaskan, bahwa perusahaan yang sudah memiliki izin dan sudah melakukan kegiatan, maka boleh beraktifitas sampai batas izin yang dimiliki.
"Kami jelas sudah memiliki izin sebelum PP tersebut keluar dan kami juga sudah berkegiatan berdasarkan izin tersebut," tegas Andi.Hr**
Editor :