Kampar, homeriau.com - AGUS Chandra terbaring lemas di dipan kayu repot. Nafasnya tersengal ketika sedikit saja berbicara. Batuknya tiada henti. Tubuhnya begitu kurus. Tulang rusuknya sangat kentara berbalut kulitnya yang sudah lisut.
Pria berusia 56 tahun ini hidup sebatang kara di gubuk reotnya, yang menempel dengan rumah tetangganya di Desa Tanah Merah, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
Istri dan ketiga anaknya tinggal di Banten dan sudah bertahun-tahun tak pernah menjenguknya. Jadilah Agus sendiri mengurus badannya. Ia tak punya pekerjaan tetap. Cuma berharap uluran tangan tetangga yang butuh tenaganya untuk bersih-bersih halaman dan pekarangan rumah.
Tapi sejak sebulan terakhir ia tidak bisa kerja karena sakit paru-parunya kian parah. Uang tak ada, kartu identitas diri tak jelas membuatnya pasrah dengan nasib. Kartu identitas yang dia punya hanya KTP usang berwarna kuning dari Provinsi Banten yang telah kadaluarsa sejak 2011.
Hingga suatu siang M Amin dan Tony Hidayat menghampirinya. Kedua sosok ini merupakan ketua dan pembina Forum Komunikasi Teman Hati. Sebuah forum yang bertindak layaknya sweeper, tim pengumpul orang-orang susah yang tak mampu berobat karena ketiadaan biaya dan kelengkapan identitas diri.
Siang itu, akhir pekan lalu dedengkot komunitas Teman Hati tadi langsung melarikan Agus ke ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad. Dokter langsung menanganinya. Paru-paru Agus terinfeksi parah karena terlalu lama dibiarkan sakit tanpa pengobatan. Ia pun menjalani perawatan intensif.
Agus dirawat tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun. Ia bukan satu satunya warga tak mampu yang dibawa ke RSUD Arifin Achmad, Riau oleh komunitas ini. Sudah belasan warga tak mampu yang mereka oper ke rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Riau tersebut.
Soal biaya tak mereka risaukan karena Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kesehatan sudah punya skema pembiayaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Sebagian besar pasien yang mereka bawa merupakan orang orang susah yang tidak terdata di dalam skema pembiayaan jaminan kesehatan baik itu Kartu Indonesia Sehat (KIS), BPJS Kesehatan ataupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Tony Hidayat Anggota DPRD Kabupaten Kampar saat Mengunjungi Agus di Kediamannya
"Kami senang membawa pasien ke RSUD Arifin Achmad. Karena pada prinsipnya rumah sakit pemerintah itu tidak pernah menolak pasien. Hanya saja, ada syarat administrasi yang harus dipenuhi keluarga pasien," ujarnya.
Nah, soal pengurusan syarat administrasi ini lah kemudian dipikul oleh Komunitas Teman Hati. Karena syarat administrasinya banyak mulai dari keterangan RT, RW, perangkat desa atau kelurahan, dinas sosial dan dinas kesehatan di kabupaten.
Tony Hidayat Anggota DPRD Kabupaten Kampar Berdialog Bersama Warga Desa Siak Hulu
Pengurusan persyaratan administrasi ini butuh waktu dan tenaga ekstra. Apalagi mereka tinggal di Siak Hulu yang sangat jauh dari Bangkinang. Butuh waktu dua jam perjalanan darat untuk ke pusat ibukota Kabupaten Kampar tersebut.
"Kalau warga biasa, mungkin bisa berhari-hari mengurus persyaratan tersebut. Karena kami sudah punya jaringan, InsyaAllah bisa sehari atau paling lama dua hari segala persyaratan itu bisa kami selesaikan," papar Amin.
Begitupun saat meminta jaminan untuk masuk skema pembiayaan Jamkesda Provinsi Riau, Amin merasa tak dipersulit. Ia tinggal datang ke Dinas Kesehatan Provinsi, kemudian mendapat rekomendasi untuk pasien dijamin untuk dibiayai Jamkesda.
Ia pun mengatakan sangat puas dengan kinerja tim kesehatan Pemerintah Provinsi Riau. Ada keterpaduan dan sinergitas antara Dinas Kesehatan dan manajemen RSUD Arifin Achmad. Soal perawatan dan perobatan menjadi urusan rumah sakit tanpa pernah menolak pasien selama sesuai dengan kemampuan dan peralatan.
Terkait pembiayaan menjadi domain Dinas Kesehatan Provinsi Riau, yang selalu memberi jaminan untuk pasien miskin yang belum punya skema pembiayaan.
Apa yang dirasakan Amin ini menjadi salah satu indikator tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pelayanan kesehatan Provinsi Riau, selama kepemimpinan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman.
Ini juga bisa terlihat dari hasil survei Roda Tiga Konsultan untuk Partai Demokrat. Dalam survei tersebut pelayanan kesehatan Pemprov Riau menjadi sektor yang paling memuaskan publik dengan angka 58,9%. Tertinggi dari sektor pelayanan lainnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Arifin Achmad dr Nuzelly Husnedi mengatakan komunitas ini sangat membantu pihaknya terutama dalam hal persyaratan administrasi.
"Memang benar, kita sebagai pengelola rumah sakit pemerintah prinsipnya tidak boleh menolak pasien. Selama kapasitas dan peralatannya ada, tetap kita tangani tanpa mempertanyakan biaya diawal penanganan," ujar Nuzelly.
Cuma memang, rumah sakit juga harus menerapkan prinsip akuntabilitas pengelolaan yang baik. Keberadaan komunitas ini tambahnya sangat membantu pihak rumah sakit untuk mewujudkan itu.
Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Nazir mengatakan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sudah mengelola dana lebih dari Rp1,3 triliun yang digelontorkan untuk pembiayaan kesehatan masyarakat kurang mampu.
Setiap tahun sekitar 2,4 juta masyarakat kurang mampu telah dibiayai melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI) bersumber APBN, APBD dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
"Hal ini sebagai komitmen Pemprov Riau dalam melaksanakan amanat Undang-Undang pada sektor pelayanan kesehatan," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Hj Mimi Yuliani Nazir, Jum'at (29/12).
Sesuai UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk, termasuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Kemudian UU Nomor 24 Tahun 2011 juga menetapkan Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Khusus JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Cakupan program JKN ini kemudian diperluas dalam program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang memberikan tambahan manfaat dan layanan preventif (pencegahan penyakit), promotif (promosi kesehatan) dan deteksi dini yang dilaksanakan secara lebih intensif dan terintegrasi.
"Jadi masyarakat miskin dan tidak mampu di Provinsi Riau dijamin kesehatannya melalui JKN, sebagai penerima bantuan iuran dari Pusat, penerima bantuan dari daerah serta Jamkesda Provinsi Riau," tambahnya.
Adapun rincian anggaran untuk jaminan kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu di Riau, dalam tiga tahun terakhir 2015 PBI APBN pesertanya 1.304.716 jiwa, anggaran Rp360,1 miliar.
PBI Daerah pesertanya 321.324 jiwa, anggaran Rp17,2 miliar. Jamkesda pesertanya 758.334, anggaran Rp42,04 miliar. Total peserta pada 2015 yakni 2.411.374 jiwa dengan anggaran Rp419,4 miliar.
Pada 2016 PBI APBN pesertanya 1.376.377 jiwa, anggaran Rp379,8 miliar.
PBI
Daerah pesertanya 403.369 jiwa, anggaran Rp39,8 miliar. Jamkesda
pesertanya 476.157 jiwa, anggaran Rp17,7 miliar. Total peserta 2.255.903
jiwa, anggaran Rp437,4 miliar.
Sedangkan pada 2017 PBI APBN, jumlah peserta 1.410.704 jiwa, anggaran Rp389,3 mikiar. PBI Daerah, jumlah peserta 479.344 jiwa, anggaran Rp50,7 miliar. Jamkesda, pesertanya 350.165, anggaran Rp35,3 miliar. Total peserta 2.240.213 jiwa dengan anggaran Rp475,4 miliar.hr/ang
Editor : HomeRiau