Syamsuar Menjadi Buruh di Sawahlunto (Bagian-5) Ket Foto : Setelah menjadi bupati pun Syamsuar tak canggung melakukan kerja kasar.

Syamsuar Menjadi Buruh di Sawahlunto (Bagian-5)

Homeriau.com - Usai menamatkan SMA pada tahun 1972, Syamsuar sempat menganggur di Bengkalis selama setahun. Saat itu, dia sempat mengadu keberuntungan ikut tes APDN tapi tidak lulus. Tahun berikutnya Syamsuar diajak Abang Ahmad Masrul pindah ke Sawahlunto, Sumatra Barat, lantaran abang sepupunya ini pindah tugas dalam jabatan yang sama, yakni ketua pengadilan. Saat itu, Syamsuar sempat diajak bekerja di Pengadilan Salawalunto namun dia menolak. Alasannya, jika Ahmad Masrul pindah dia akan pindah lagi.

Selama di Sawahlunto, Syamsuar tak bekerja dia hanya membantu abang sepupunya itu. Namun, ada juga rasa hati kecilnya berkata tak sedap juga kalau tak berkerja sehingga ada temannya bernama Danil menawarkan Syamsuar untuk bekerja di CV Batu Bara, dia mau saja. Apalagi kalau mendengar cerita Danil, bahwa di kampung mereka anak lelaki itu harus bekerja membantu keluarga.

Bekerja di CV Batubara, Syamsuar bukanlah memegang suatu jabatan. Dia hanya buruh kasar untuk pekerjaan memasang power plant, membantu memasang mesin dan kerja kasar lainnya. Setiap bulan, gaji yang diperoleh ketika itu Rp5000. Upah yang diterima sebesar itu tak bisalah Syamsuar mengirim untuk membantu kedua orang tua dan adik-adiknya, sebab untuk makan sendiri saja pas-pasan.

Karena gaji memang kecil, sebelum berangkat kerja, pagi hari ”buta” Syamsuar sudah memasak sendiri untuk bekalnya makan siang di tempat kerja. ”Segan sayo kalau bekal disiapkan istri abang, jadi sayo masak sendirilah,” kata Syamsuar dengan logat Melayu Riau Pesisir.

Syamsuar harus bangun pagi sebelum ayam jantan berkokok, karena kalau kesiangan dia tidak bisa pergi kerja. Sebab, truck perusahaan yang membawa karyawannya ke perusahaan hanya sekali.

”Balik kerjo jugo pakai truck perusahaan. Sayo ingat betol, dalam truck banyak kawan-kawan perusahaan, makonya jika nampak truck terbuka dan ada sejumlah orang di dalamnyo, sayo teringat maso jadi buruh dulu,” kata Syamsuar sambil tersenging alias ketawa kecil.

Tiga tahun berkerja di CV Batubara, Syamsuar mendapat telepon dari Mak Ciknya Hj Rogayah, istri Datuk Haji Muhammad Saleh. Syamsuar diminta balik ke Kota Terubuk, Bengkalis, karena ada lowongan penerimaan tenaga honor di Dinas Pendapatan Daerah Bengkalis. Setelah berpikir panjang dan ingin dekat dengan orang tua, akhirnya Syamsuar menerima tawaran itu.

Retak tangan Syamsuar tak ada yang bisa membacanya, setelah setahun lebih menjadi pegawai honor tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1977, dia diterima sebagai calon pegawai negeri sipil.

”Waktu itu tak ada penerimaan pengawai negeri, cuma setelah setahun lebih sayo jadi pegawai honor ado yang pensiun. Jadi sayo menggantikan orang pensiun,” cerita Syamsuar.

Gaji sebagai PNS ketika itu, kata Syamsuar, juga belum bisa disisihkan untuk membantu orang tuanya. Untuk kosumsi sendiri saja tidak cukup, sebulan hanya bergaji Rp16.999. Karenanya Syamsuar kembali berupaya mengubah jalan hidupnya, ikut lagi APDN pada tahun 1977, namun dia harus menelan kecewa lantaran belum beruntung alias tidak lulus. (bersambung)

 

 

Editor :