Dibekali Kasih Sayang, Syamsuar Menangis Tiga Malam (Bagian-3) Ket Foto : Syamsuar ketika bertugas di Siak, ketika itu masih Kabupaten Bengkalis.

Dibekali Kasih Sayang, Syamsuar Menangis Tiga Malam (Bagian-3)

Homeriau.com - Ketika diantar orangtua bersekolah SMP di Bagan Siapi-api, Syamsuar merasakan betul bahwa dirinya dibekali kasih sayang, dibekali prinsip hidup dengan didikan yang keras dan disiplin, dan jikapun masa kecil selalu dipukuli orang tua bukanlah untuk menyakiti anaknya tapi untuk mendidik anak agar berada di jalan yang benar hingga pada akhirnya untuk masa depan anaknya juga.

Menjelang masuk SMP, kedua orang tua Syamsuar masih menemani anaknya dalam dua atau tiga hari di Bagan Siapi-api, namun begitu semuanya sudah mulai berjalan sesuai apa yang diinginkan dan tak mungkin menemani anaknya terus-menerus, sementara di kampung pekerjaan sudah menunggu, Syamsuar pun ditinggalkan kedua orang tuanya.

Tinggallah Syamsuar di rumah makciknnya, bantal dan tikar yang dibekali kedua orang tuanya menemani hari-hari Syamsuar di kampung orang. Diusia yang masih budak-budak itu, memang berat jika jauh dari orang tua. Rindu membara dan berkecambut, segala perasaan tak sedap, maka tak heran ketika orangtua sudah pulang kampung pada malam harinya Syamsuar tak kuat menahan sedih. Alih-alih rindu mengebu-gebu sehingga menjawab rasa itu semuanya Syamsuar menangis sejati-jadinya.

Kondisi semacam ini berlangsung selama tiga malam dan ini harap maklum saja anak seusia itu sudah harus jauh dari pengawasan kedua orang tua. Setelah tiga malam berikutnya, Syamsuar masih menangis namun tidak begitu betul, air mata bisa dibendung meskipun pelahan-lahan meniti pipinya. Apa lagi pada siang harinya Syamsuar sudah bersekolah dan ada teman-teman baru mengisi hidupnya di Bangan Siapi-api. Dari peristiswa ini, Syamsuar yang sudah baliq mulai berpikir, jika ingin maju dan berguna bagi keluarga serta orang lain, maka hidup harus berpisah dari orangtua, mandiri. Apalagi mengingat kondisi yang ada, tidak semua secara ekonomi orang tua bisa memenuhi kebutuhan anaknnya dan ketika itu tidak ada uang jajan bagi Syamsuar. Meskipun demikian, hal ini mendorong dirinya untuk belajar sungguh-sungguh karena ada asa orang tua agar masa depan anaknya cerah.

Ingat pesan orang tua bahwa hidup harus pandai membawa diri, meskipun sekolah di SMP Thai Chong–sekolah milik orang Cina namun diambil alih pemerintah dan sudah negeri–tinggal bersama Makcik, Syamsuar tak mau macam-macam. Berbagai pekerjaan rumah dia lakukan, mulai mencuci piring, menyapu halaman, dia lakoni seusai pulang sekolah. Sehingga sang Pak Cik makin sayang kepadanya dan ujungnya adalah sesekali dikasi uang jajan, kalau pun tidak diciea (traktir) kawan.

Walau jauh dari orang tua, namun nilai sekolah Syamsuar mulai dari jenjang SD dan SMP tidaklah buruk. Semuanya berjalan secara normatif, sehingga tidak pernah tinggal kelas. Soal rangking, memang pada zaman itu dunia pendidikan tidak ada memakai nilai peringkat kelas. Yang jelas, SD dan SMP dilalui Syamsuar sesuai dengan tahun ajaran selama 9 tahun. (bersambung)

 

Editor :