Pekanbaru – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau berhasil membongkar praktik dugaan pemerasan terhadap perusahaan kelapa sawit PT Ciliandra Perkasa. Pelaku diketahui merupakan Ketua Umum sebuah organisasi masyarakat (ormas) bernama PETIR, berinisial JS, yang ditangkap saat menerima uang di Hotel Furaya, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Senin malam (13/10/2025).
Wakil Direktur Reskrimum Polda Riau AKBP Sunhot Silalahi menjelaskan, penangkapan dilakukan oleh Tim Raga (Riau Anti Geng dan Anarkisme) Unit IV Subdit Jatanras, setelah menerima laporan dari pihak perusahaan yang merasa diintimidasi melalui pemberitaan negatif di media daring.
“Pelaku melakukan tekanan terhadap perusahaan dengan ancaman akan mempublikasikan berita bernada tudingan korupsi dan pencemaran lingkungan. Dari situ kami menduga ada unsur pemerasan,” ujar Sunhot dalam konferensi pers di Mapolda Riau, Kamis (16/10/2025).
Dari hasil penyelidikan, JS memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan ormas untuk menekan sejumlah perusahaan besar di Riau. Ia disebut menebar isu dugaan korupsi dan pencemaran lingkungan melalui lebih dari 20 portal berita online.
Ketika perusahaan meminta hak jawab, JS justru meminta uang agar pemberitaan tersebut dihentikan. Awalnya, permintaan mencapai Rp5 miliar, kemudian diturunkan menjadi Rp1 miliar, dengan kesepakatan awal pembayaran Rp150 juta sebagai uang muka.
Perusahaan yang menjadi korban kemudian melapor ke Ditreskrimum Polda Riau. Polisi langsung mengatur strategi penangkapan dan melakukan penyergapan saat transaksi dilakukan di Hotel Furaya.
“Uang tunai Rp150 juta kami jadikan barang bukti. Pelaku langsung diamankan di lokasi kejadian,” jelas AKBP Sunhot.
Sehari setelah penangkapan, penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah tempat yang diduga digunakan JS untuk beroperasi, termasuk rumah pribadi dan kantor ormas PETIR. Dari lokasi itu, polisi menyita laptop, buku tabungan, dokumen tanah, serta puluhan surat klarifikasi yang ditujukan kepada 14 perusahaan berbeda.
“Surat-surat itu seolah berisi permintaan klarifikasi, namun diduga menjadi alat untuk menekan perusahaan agar memberikan sejumlah uang,” ungkap Sunhot.
Ia juga menegaskan, kasus ini tidak berkaitan dengan isu lain yang sempat beredar di media sosial, seperti kabar meninggalnya seorang anak di area perusahaan akibat sambaran petir.
“Isu tersebut hoaks dan tidak ada kaitannya dengan kasus ini,” tegasnya.
Penyidik kini masih menelusuri kemungkinan adanya korban lain serta aliran dana hasil pemerasan. JS dijerat Pasal 369 KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Kasus ini turut mendapat perhatian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Berdasarkan data, ormas PETIR resmi berbadan hukum sejak 31 Agustus 2021, dengan pembaruan SK terakhir pada 5 November 2024.
Direktur Ormas Kemendagri Budi Arwan menyebut, jika terbukti terlibat tindak pidana, ormas tersebut dapat dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan status badan hukum sesuai Pasal 59 ayat (3) huruf c UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas.
“Kami akan menindak tegas ormas yang melakukan tindakan melanggar hukum, termasuk pemerasan,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Kanwil Kemenkumham Riau Febri mengatakan, pihaknya akan merekomendasikan pencabutan izin ormas PETIR karena dianggap melanggar ketentuan hukum.
“Tindakan yang dilakukan ketuanya jelas pelanggaran. Kami akan menindaklanjuti untuk pencabutan izin ormas tersebut,” tegas Febri.
Laporan : Def
Editor : Ank