Kampar – Di tepi Sungai Koto Perambahan, suasana pagi biasanya tenang. Aliran air menjadi sumber kehidupan bagi warga yang tinggal di seberangnya. Namun ketenangan itu berubah sejak kabar keluarnya izin tambang galian C seluas 38,11 hektare berembus ke permukiman mereka.
Surat izin bernomor 540/DESDM.04/700 atas nama PT Pangan Tiga Utama Penambangan Batuan (SIPB) seolah datang tiba-tiba. Bagi warga, izin itu menjadi tanda tanya besar. Mereka merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses yang bisa mengubah wajah lingkungan tempat tinggalnya.
“Saya tak pernah didatangi pihak pengusaha tambang galian C maupun pihak desa. Padahal kami yang paling terdampak,” ujar Kamari, warga yang rumahnya berseberangan langsung dengan lokasi tambang, Selasa (9/9/2025). Suaranya sarat kegelisahan.
Keresahan serupa dirasakan Hendri, Ketua RW 001 Desa Koto Perambahan. Sebagai tokoh masyarakat, ia menilai seharusnya ada musyawarah yang melibatkan warga sebelum izin diterbitkan. “Tidak pernah ada panggilan atau pertemuan resmi. Tiba-tiba saja ada kabar tambang sudah dapat izin,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Desa Koto Perambahan, Sahrul, mengaku sempat menerima kedatangan pihak pengusaha. Namun, menurutnya, pertemuan tersebut hanya sebatas tawaran bantuan untuk masjid, anak yatim, pemuda, dan BPD. “Tidak ada pembahasan mendalam soal dampak tambang,” jelasnya.
Ketika dimintai konfirmasi, Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau, Ismond Diondo Simatupang, ST., MT., belum memberikan jawaban melalui pesan WhatsApp. Diamnya pihak yang mengeluarkan izin ini menambah daftar pertanyaan warga.
Bagi masyarakat, kekhawatiran bukan tanpa alasan. Tambang galian C berpotensi merusak lingkungan, menimbulkan longsor, hingga meretakkan rumah yang berdiri tak jauh dari lokasi. Mereka mendesak pemerintah mencabut izin tersebut, sekaligus meminta aparat kepolisian mengusut dugaan adanya prosedur yang dilangkahi.
Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), ditegaskan bahwa setiap kegiatan penambangan wajib memperhatikan aspek lingkungan hidup, keselamatan masyarakat, serta sesuai dengan tata ruang. Tanpa itu, kegiatan tambang berpotensi melanggar hukum dan membahayakan warga.
Kini, Sungai Koto Perambahan tidak lagi sekadar sumber kehidupan, melainkan saksi bisu dari keresahan warganya. Mereka berharap suara kecil dari tepi sungai bisa sampai ke telinga pengambil kebijakan agar izin tambang yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat segera ditinjau kembali.
Laporan : Yusri Kampai
Editor : Ank


